terbangun aku malam itu, lirih suara tawamu terdengar jelas olehku.
aku berjalan perlahan mendekati jendela, ku buka dengan binar-binar harapan, harapan yang selalu tentangmu. angin dingin segera menyambutku, dinginnya menusuk.
mengibaskan helai demi helai rambutku. ah, semoga saja angin ini tidak mengibaskan harap yang selama ini kurajut.
lagi-lagi senandung tawamu terdengar. ku coba mencari di mana kau. Kau. entah harus dengan apa dan bagaimana segala tentangmu dapat musnah dari pikiranku.
akhirnya ku temukan dirimu, sesaat. lalu hilang lagi tertelan gelap malam yang mencengkramku.
ku cari lagi sosokmu. Dan kutemukan lagi. Ya, di sana rupanya...di bawah temaram cahaya Sang bulan, kau tersenyum. Begitu sempurna. Tapi siapa wanita di sampingmu itu? Gelap. Samar. Tak dapat ku lihat jelas.
perih. sekejap saja kenyataan itu menerbitkan embun di pelupuk mataku, menggenang di sana. gerimisku datang.
dengan setengah terisak ku coba untuk mendekatimu. kenapa harus ku temui kau dengan seseorang.
"hey jangan turunkan hujan saat ini!", ku dengar suaramu terseru di antara gerimis.
aku terus mendekatimu dan wanita itu, wanita yang kau peluk jemarinya.
namun justru rasa hangat merayapiku. Gerimis apa ini?
semakin dekat semakin jelas... wanita itu... “apa itu aku?”,
“tentu saja, ini dirimu”.
perlahan kau lukis senyum di bibirku, benar-benar gerimis yang membawa kehangatan.
Ya, telah ku temukan jawabnya... lenteraku, lenteramu, lentera KITA...kembali menyala setelah sekian waktu redup dan hampir padam.